Staf Syahbandar Pelabuhan Saumlaki, Bram Batbual, menyambut kami. Dia menjelaskan, kami bisa menggunakan ojek atau angkutan kota untuk berkeliling kota Saumlaki.
Kami mencegat angkutan kota yang dikemudikan Egi Reyaan (37). Setelah ongkos sewa disepakati, kami pun naik.
Sejak meninggalkan Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada 9 Oktober 2013, baru di Saumlaki kami menemukan lagi keramaian sebuah kota. Aktivitas ekonomi cukup terasa di Saumlaki.
Setidaknya, kami menemukan pasar yang ramai hingga petang, kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI), tiga hotel bagus, dan pusat perbelanjaan tiga lantai bernama Saumlaki Town Square (Sitos). Pusat perbelanjaan ini berisi kios pakaian, warung makan, permainan anak, arena biliar, sampai swalayan terbesar di sana.
Selain itu, tiga stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) juga beroperasi. Warga bisa membeli premium Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Menurut Egi, dulu dia harus mengantre dari pagi sampai siang untuk mendapatkan lima liter premium saat hanya SPBU dekat pelabuhan yang beroperasi.
Kini, infrastruktur relatif sudah lebih baik. Namun, transportasi dari satu kecamatan ke kecamatan lain masih mahal.
Untuk bepergian melalui jalur darat di Pulau Yamdena, dari Saumlaki di ujung selatan ke Larat di utara, warga harus mengeluarkan ongkos sekitar Rp 200.000 per orang. Mereka menumpang bus umum Colt diesel selama sekitar 10 jam.
Awan gelap datang dan angin dingin bertiup kencang. Kami kembali ke kapal untuk berlayar menuju Larat. "Asal cuaca cerah dan arus mendukung, kita bisa tiba," kata mualim I Kapal Navigasi Bimasakti Utama, Sarimin.
Saat meninggalkan Moa, Sabtu tengah hari, kapal bermesin 1.380 PK (tenaga kuda) ini melaju 8,7 knot. Kecepatan kapal lebih rendah dari mesin yang disetel melaju 9,1 knot karena kami melawan arus.
Memasuki Laut Arafuru, kami merasakan kapal melaju naik turun mengikuti gelombang. Ketinggian gelombang mencapai satu meter. Kapal berbobot mati 1.271 ton ini pun terkadang bergeser ke samping terbawa gelombang. Namun, haluan segera kembali ke jalur yang telah diprogramkan. Beberapa anggota tim ekspedisi mulai pusing sehingga kami memilih berdiam diri di kamar.Untuk membunuh sepi, kami bermain kartu selama sekitar dua jam. Menjelang tengah malam, rasa kantuk pun datang seiring laut yang semakin tenang.
Saat fajar menyingsing, kami terbangun oleh cahaya matahari terbit yang sangat indah. Kami pun berlari ke geladak kapal untuk menikmati semburat warna jingga matahari terbit.
Pemandangan matahari terbit, bintang bertaburan kala malam, dan matahari terbenam sungguh sayang dilewatkan. "Kalau mabuk, jangan diam di kamar. Harus keluar dan melihat cakrawala," kata nakhoda Kapal Navigasi Bimasakti Utama Suntoro. (mhf/ham/otw)
Editor : I Made Asdhiana
Anda sedang membaca artikel tentang
Keramaian Kota Menggeliat di Saumlaki
Dengan url
http://healthyheartofusall.blogspot.com/2013/10/keramaian-kota-menggeliat-di-saumlaki.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Keramaian Kota Menggeliat di Saumlaki
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Keramaian Kota Menggeliat di Saumlaki
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar