Pluit Bagai Kota Terapung
Penulis : Dian Maharani | Minggu, 20 Januari 2013 | 11:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan alat transportasi dengan berbagai macam bentuk mengapung di atas air. Perahu-perahu kayu hilir mudik di atas air yang berkedalaman sekitar 1,5 meter hingga 2,5 meter.
Pluit Junction di Jalan Pluit Raya yang berhadapan dengan Emporium Pluit Mal, Jalan Selatan Raya Jakarta Utara layaknya sebuah pelabuhan. Di sini, perahu-perahu itu menaikkan dan menurunkan penumpang. Tim relawan juga berkumpul di lokasi tersebut.
Puluhan perahu karet diturunkan untuk mengevakuasi korban banjir. Banyak juga perahu kayu tanpa mesin milik nelayan yang mengangkut korban banjir. Ada pula perahu motor sehingga tidak perlu didayung. Alat transportasi rakitan dari kayu atau bambu juga menjadi pilihan warga. Alat transportasi untuk menyebrangi banjir itu disewa warga mulai dari ratusan hingga jutaan rupiah.
Perahu-perahu itu mulai banyak berdatangan pada Sabtu (19/1/2013). Sebab, malam harinya air semakin tinggi. Air mulai tinggi akibat meluapnya waduk Pluit.
Dari Jalan Pluit Raya, Kompas.com pun ikut menyusuri banjir bersama tim Badan SAR Nasional dan anggota Kapa, Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada Sabtu sore. Menggunakan perahu karet, para relawan ini melakukan penyelamatan korban banjir.
Kami pun mulai melintasi perumahan yang terendam banjir. Kami melewati perumahan di Jalan Pluit Permai. Di kawasan tersebut rumah-rumah mewah terendam hingga 2 meter lebih. Ratusan mobil hanya terlihat bagian atapnya. Banyak warga yang memilih bertahan di lantai dua mereka. Dari lantai dua itu, warga turut mengabadikan banjir dihadapannya.
Setelah itu, kami melewati toko 7-eleven yang terendam. Hanya papan reklame yang telihat jelas dan makanan berhamburan di balik kaca. Kemudian, halte Transjakarta Pluit yang lumpuh total. Halte itu berubah menjadi tempat pengungsian. Di dalamnya terdapat meja dan peralatan lainnya. Sepeda motor pun parkir di sana. Sebagian besar warga Pluit lainnya mengungsi ke rumah sanak saudara hingga hotel-hotel di sekitar.
Di belakangnya, kawasan perbelanjaan Pluit Village atau Mega Mall mati suri. Gereja Stella Maris yang baru selesai dibangun juga kebanjiran.
Selanjutnya, kami melewati perumahan di Jalan Pluit Permai. Pemandangan sama seperti di Pluit Murni, mobil-mobil tenggelam berjajar di depan rumah warga. Warga hanya pasrah dan telah meninggalkan rumah, meski ada juga yang lebih merasa nyaman berada di lantai dua.
Warga saling membantu memberikan logistik pada korban banjir yang enggan pergi dari lokasi. Charli, warga Pluit Samudra 5 ini menyusuri banjir untuk memberikan bantuan makanan. Dia sendiri menjadi korban banjir.
"Di rumah banjir 2 meter. Enggak tahu deh, rumahnya udah enggak keliatan. Saya juga udah enggak berani tengokin," terang Charli.
Selama menyusuri "sungai" dalam kota, kami bertemu banyak perahu lain dan warga yang masih melakukan evakuasi. Tim SAR pun mengangkut warga yang hanya berenang dengan potongan gabus yang mengapung. Triono mencari saudaranya yang tinggal di daerah tersebut.
Dalam perjalanan, ada warga yang menyelamatkan sepeda menggunakan bambu rakit. Ada pula warga yang menaiki bak plastik besar dan mendayung menuju deerah bebas banjir. Di tengah itu, juga terlihat dua sejoli yang mendayung bersama. Bermacam alat transportasi air berseliweran di sana.
Beberapa warga Pluit terlihat mengendari jet ski menembus banjir. Beberapa warga diantaranya berasal dari permuahan Pantai Mutiara dan penghuni apartemen Laguna yang juga terendam banjir.
Bahkan, semacam boat atau kapal kecil yang biasa digunakan untuk menyusuri pantai juga melintas di kawasan banjir itu. Warga duduk tenang sambil mengambil foto di sekelilingnya. Kiri dan kanan melewati perumahan mewah dan pertokoan. Ini adalah pemandangan yang tak biasa bagi mereka. Tahun-tahun sebelumnya, belum pernah terjadi banjir setinggi itu. Lantas pemandangan itu pun terlihat seperti Kota Air atau Kota Terapung di Venesia, Italia, Eropa.
"Jadi kayak kota air di Eropa (Venesia)," celetuk salah seorang warga.
Kami pun terhenti di depan PLTU Muara Karang, Jalan Raya Pluit Utara nomor 2 S. PLTU yang terletak di pinggir aliran Muara Angke. Sebagian PLTU juga terendam banjir. Jembatan depan PLTU yang tidak digenangi air akhirnya menjadi tempat berkumpul warga. Ada posko banjir kecil yang berdiri di sana.
Banjir di kawasan Pluit ini sempat luput dari perhatian. Lokasi titik banjir sulit dijangkau dari berbagai arah akibat Jakarta yang dikepung banjir. Beberapa ruas jalan utama, seperti jalur busway lantas tak dapat beroperasi. Untuk banjir setinggi 50 meter lebih, banyak motor menggunakan jasa gerobak dorong. Sementara mobil besar masih dapat melintas.
Sejumlah titik banjir pun kini masih menggenangi beberapa wilayah di Ibu Kota. Banjir besar yang terjadi sejak Kamis (17/1/2013) juga telah merengut puluhan nyawa dan ribuan warga mengungsi.
Editor :
Erlangga Djumena
Anda sedang membaca artikel tentang
Pluit Bagai Kota Terapung
Dengan url
http://healthyheartofusall.blogspot.com/2013/01/pluit-bagai-kota-terapung.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pluit Bagai Kota Terapung
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar